|
Pulau Si Kantan |
LABUHAN BATU, Memiliki cerita rakyat yang sangat familiar bagi orang-orang di sana. di wilayah itu terdapat sebuah pulau yang di beri nama si kantan, karena kedurhakaannya terhadap ibunya, ceritanya memang hampir sama dengan malin kundang, tapi si kantan tidak menjadi batu, melainkan pulau.
Mari kita membaca cerita ini dan mengambil artinya masing-masing.
Pada zaman dahulu, di tepi sebuah sungai di daerah Labuhan Batu, Sumatera Utara (sekitar Desa Sungai Durhaka, Labuhan Bilik),hiduplah seorang janda tua bersama seorang anak laki-lakinya bernama si Kantan. Mereka tinggal di sebuah gubuk kecil yang sudah reot. Ayah si Kantan, sudah lama meninggal dunia. Sejak itu, ibu si Kantanlah yang harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.Si Kantan seorang anak yang tampan, rajin dan tekun bekerja. Setiap hari ia membantu ibunya mencari kayu bakar di hutan untuk dijual ke pasar.
Pada suatu malam, ibu si Kantan bermimpi didatangi oleh seorang kakek tua yang tidak dikenalnya.Dalam mimpinya, kakek tua itu menyuruhnya pergi menggali tanah di sebuah tempat di dalam hutan.Pada pagi harinya, ia menceritakan mimpinya tersebut kepada si Kantan.
“Ai mak, enen mimpi bagus en, Mak! Cocoknya kita laksanakan petunjuknya en. Sapa tau ika bisa mangubah nasib kita,” ujar si Kantan.
Maka merekapun pergi.Sesampainya di hutan, ibu si Kantan berusaha mengingat-ingat petunjuk yang diterima dari kakek tua di dalam mimpinya. “Botul, Kantan! Tompatnya porsis di sika!” seru ibu Kantan dengan yakinnya. “Baiklah, Mak! Semoga ingatan Amak indak salah,” kata si Kantan.
Si Kantan pun mulai menggali tanah di bawah sebuah pohon yang besar dengan penuh semangat. Setelah menggali sedalam dua kaki,si Kantan pun menemukan sebuah benda yang terbungkus kain putih yang sudah usang yang isinya tongkat yang dalam mimpi itu
Setelah itu, mereka pun pulang dengan membawa tongkat emas itu. Sesampainya di gubuk, sang ibu menghendaki agar benda itu dijual saja. supaya bisa mengubah nasib mereka.
tetapi tidak ada yang sanggub untuk membeli tongkat emas itu. lalu ia berkata kepada ibunya '' amak ka pulo saboranglah ku jualna?, amak, iyo poilah ko nak, dengan nada sedih.
Keesokan harinya, si Kantanpun pergi, serta berkata'' kalau udah tar jual ika copat pun aku balek mak, tunggu na mak. amak''iyo nak elok-elok ko na''
Setelah itu, berangkatlah si Kantan dengan sebuah tongkang menyusuri Sungai Barumun menuju laut lepas, menuju Malaka (saat itu hubungan dagang antara Malaka dan Pane-Labuhan Bilik sudah baik). Setibanya diMalaka, ia pun segera menawarkan kepada para pedagang di sana. Seluruh pedagang di kota itu sudah ia tawari, namun tak seorang pun yang sanggup membelinya. Ia pun berniat kembali ke kampung halamannya tanpa membawa hasil.
Dalam perjalanan menuju ke pelabuhan, ia bertemu dengan beberapa hulu balang dari Kerajaan Malaka yang sedang berkeliling ronda di kota itu. “Hai, Anak Muda! Benda apa yang sedang kamu bawa itu?” tanya salah seorang hulu balang. “Tongkat Emas, Tuan!” jawab si Kantan. Lalu ia menceritakan maksud kedatangannya ke kota itu. “Bagaimana jika benda itu kamu tawarkan kepada raja kami. Siapa tahu beliau tertarik,” hulu balang lainnya menawarkan.
Si Kantan menerima tawaran itu. Ia kemudian dibawa untuk menghadap kepada sang raja. Setibanya di istana, para hulu balang melaporkan kepada raja, bahwa pemuda miskin itu ingin menjual sebuah benda yang sangat berharga. Sang Raja kemudian mengamati benda itu. “Aduhai, istimewa sekali benda ini,” gumam Baginda Raja. Setelah itu, ia berkata kepada si Kantan, “Hai, Anak Muda! Aku sangat tertarik dengan tongkat emas engkau ini. Tapi, aku tidak ingin membelinya dengan uang. Bagaimana jika engkau tinggal di istana ini dan aku jadikan menantuku?” sang Raja menawarkan. ”Ampun,Baginda! Jika itu kehendak Baginda, hamba menerima tawaran itu,” jawab si Kantan sambil memberi hormat. Seminggu kemudian, si Kantan pun dinikahkan dengan putri raja yang cantik jelita. Pesta pernikahannya dilangsungkan dengan sangat meriah.
si Kantan lupa dengan amaknya, selama bertahun-tahun, namun sang istri selalu mendesak ingin ketemu orangtua si Kantan dan pada akhirnya si kantan mengiyakannya
Dengan menggunakan kapal pribadinya yang besar dan mewah, si Kantan dan istrinya beserta puluhan prajurit istana berlayar menuju Pulau Sumatera. Setelah berhari-hari mengarungi Selat Malaka, akhirnya kapal si Kantan berlabuh di kota kecil, Labuhan Bilik, yang terletak di muara Sungai Barumun.
Maka tersiarlah kabar bahwa si Kantan telah menjadi kaya-raya, bagai seorang raja dengan kapalnya yang besar dan megah. Akhirnya, kabar kedatangan si Kantan pun terdengar oleh ibunya. Perempuan tua itu sangat gembira, karena anak yang ditunggu-tunggunya selama bertahun-tahun telah kembali.Saat menerima berita itu, ia memutuskan untuk menunggu anaknya dengan sabar di gubuk reotnya. Namun, setelah beberapa lama menunggu, anak yang dirindukannya tak kunjung datang. Akhirnya, ibu tua itu memutuskan untuk menyusul anaknya di pelabuhan. Dengan menggunakan sampan, janda tua itu menyusuri Sungai Barumun menuju pelabuhan tempat kapal si Kantan berlabuh. Ia sudah tidak sabar lagi ingin memeluk anak yang sangat disayanginya itu. Dengan sekuat tenaga, ia mengayuh sampannya lebih cepat lagi. Akhirnya, tampaklah dari kejauhan sebuah kapal besar sedang bersandar di pelabuhan. “Kalo bonar kata oghang en, kapal en pasti punyanya si Kantan anakku,” pikir janda tua itu.
Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, ia terus mengayuh sampannya mendekati kapal megah itu. Ketika sampan yang dinaiki sudah semakin dekat dengan kapal besar itu, ia segera memanggil anaknya. “Kantaaan!!! Kantaaan!!! Kantan anakkuuuuu !!!” Mendengar suara teriakan dari luar kapal, istri si Kantan pun bertanya kepada si Kantan, “Kanda! Suara siapakah yang memanggil-manggil nama Kanda?” “Ah, itu hanya orang gila,” jawab si Kantan pura-pura tidak peduli, walaupun sebenarnya ia sangat mengenal bahwa suara itu adalah suara ibunya. Namun, ia malu memperkenalkan istrinya dengan ibunya yang miskin lagi tua itu.
Panggilan si ibu kembali terdengar semakin dekat. “Kantan, Anakku!!! Ko di mana?” “Ika amakmu datang, Nak!” teriak sang ibu. Maka semakin yakinlah istri si Kantan, kalau yang memanggil suaminya itu adalah mertuanya. Ia semakin penasaran ingin melihat ibu mertuanya yang sudah lama ia rindukan. Ia pun segera lari keluar kapal, tapi disusul oleh si Kantan. Dari anjungan kapal, tampaklah oleh mereka seorang perempuan tua yang sedang mendayung sampan ke arah kapalnya. “Kantaaan, Anakku! Aku ka amakmu yang ko tinggalkan dolu,” teriak ibu tua itu.
namun si kantan tidak mengakui ibu itu sebagai ibunya, bahkan menghina dan mengusir ibu itu.
Setelah beberapa pengawal mengusir perempuan tua itu, si Kantan kembali memerintahkan pengawalnya untuk memutar haluan kapal dan kembali ke Malaka. Sementera itu, perempuan tua itu bagai disambar petir melihat perilaku anak kesayangannya, yang sungguh di luar dugaan. Dadanya terasa sesak, air matanya pun tak terbendung lagi. Dengan sisa tenaganya, ia mengayuh sampannya kembali ke gubuknya dengan perasaan hancur-lebur. Ia sangat sedih karena telah diusir oleh anak kandungnya sendiri.
Dengan deraian air mata, ibu itu sangat sedih karena anak yang dibersarkannya tidak mengenal dia, maka mulailah badai dan petir, air sungai Barumun pun bergulung-gulung lalu menghantam kapal si Kantan dengan bertubi-tubi. Tak ayal lagi, kapal besar yang megah itu pun tenggelam ke dasar Sungai Barumun. tidak ada yang selamat, dan kapal yang besar itu sekarang berbentuk pulau yang merupakan si kantan dan istrinya menjadi ikan, di dalam pulau itu terdapat pohon mangga yang kalau di makan di darat asam, kalau di makan di laut asam. Pulausikantan itu terletak di tengah-tengah Sungai Barumun dan berhadapan dengan kota Labuhan Bilik dan Tanjung Sarang Olang.
MARI KITA MENJADI ANAK YANG BERBAKTI.